FAKTOR DAN DAMPAK STUNTING PADA KEHIDUPAN BALITA ( BALITA PENDEK )
Tujuan Millennium Development Goals pada tahun 2015 adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan indikator menurunnya prevalensi dalam bentuk stunting. Stunting akanmeningkatkan angka kematian dan peningkatan angka kesakitan (Depkes RI, 2007)
Di Indonesia 23 juta balita sekitar 7,6 juta anak balita tergolong stunting (35,6%) terdiri dari 18,5% balita sangat pendek dan 17,1% balita pendek. Prevalensi balita stunting di Provinsi Bengkulu masih tinggiterutama di Kabupaten Rejang Lebong memiliki angka stunting tinggi sebesar 38,5%.(Rikesdas, 2007).Angka prevalensi ini diatas ambang batas yang disepakati secara universal, batas non public health problem yang ditolerir oleh badan kesehatan dunia (WHO) hanya20% atau seperlima dari jumlah total balita di suatu negara(Depkes RI, 2010).
a. Pengertian Stunting
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek.. Stunting
terjadi akibat kekurangan gizi dan penyakit berulang dalam waktu lama
pada masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seorang anak(Black et al., 2008).Anak dengan stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibanding dengan anak yang normal(Grantham-McGregor et al., 2007).
Seorang
anak dikatagorikan sangat pendek jika panjang badan menurut umur atau
tinggi badan menurut umur <-3 SD, dan dikatakan pendek jika berada
antara-3SD sampai dengan < -2 SD. Prevalensi stunting meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan(Cogill, 2003).
b. Faktor Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh banyak faktor baik secarafaktor langsung dan tak langsung. Faktor langsung ditentukan oleh asupan makanan, berat badan lahir dan penyakit. Sedangkan faktor tak langsung seperti faktor ekonomi, budaya, pendidikan dan pekerjaan,fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor sosial ekonomisaling berinteraksi satu dengan yang lainnya seperti masukan zat gizi, berat badan lahir dan penyakitInfeksi pada anak (Frongillo et al., 1997).Anak-anak yangmengalami stunting disebabkan kurangnya asupan makanan dan penyakit yang berulang terutama penyakitinfeksi yang dapat meningkatkan kebutuhan metabolik serta mengurangi nafsu makan
sehingga berdampak terjadi ketidaknormalan dalam bentuk tubuh pendek
meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal (Dekker et al., 2010)
c. Dampak stunting pada balita
Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit
jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak
mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak
dengan tinggi badan normal(Frongillo et al., 1997).
Stunting pada balita merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, menurunkan kemampuan kognitif dan perkembangan motorik rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen and Gillespie, 2001).penelitian Adair and Guilkey (1997)menyatakan stunting pada usia 2 tahun memiliki hubungan yang signifikan dengan rendahnya kecerdasan kognitif.Penelitian lain menunjukkan stunting pada balita berhubungan dengan keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik halus sedangkan stunting yang terjadi pada usia 36 bulan pertama biasanya disertai dengan efek jangka panjang(Branca and Ferrari, 2002).
Selain dampak kognitif yang berkurang,anak stunting juga memiliki risiko tinggi untuk menderita penyakit kronik, seperti obesitas dan mengalami gangguan intolerans glukosa.Sebuah penelitian menunjukkan stunting berhubungan dengan oksidasi lemak dan penyimpanan lemak tubuh. Stunting dapat meningkatkan risiko kejadian hipertensi (Branca and Ferrari, 2002).
Salah satu gambar anak stunting di Kab Rejang Lebong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar