Tujuan:
- Memahami beberapa penyebab yang mempengaruhi kualitas hidup remaja.
- Memahami dampak dari penyakit kronis terhadap kualitas hidup remaja.
- Memahami penatalaksanaan remaja dengan kondisi kronis yang berpengaruh pada kualitas hidup remaja.
Masa remaja/adolesen adalah suatu bagian dari proses tumbuh kembang
yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke
dewasa muda. Pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang
cepat dalam aspek fisik, emosi, kognitif, dan sosial.
Masa ini
merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang melepaskan
ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian
sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Keberhasilan
remaja melalui masa transisi ini dipengaruhi baik oleh faktor biologis
maupun lingkungan (keluarga, teman sebaya, dan masyarakat). Faktor
biologis yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang remaja adalah penyakit
kronis. Kondisi penyakit kronis dapat mempengaruhi perkembangan fisik,
kognitif, sosial dan emosional pada remaja. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya penurunan terhadap kualitas hidup remaja.
Dengan
kemajuan teknologi kedokteran dalam beberapa dekade terakhir, prevalens
remaja dengan penyakit kronis meningkat dramatis. Banyak anak dengan
kondisi penyakit kronis misalnya penyakit jantung bawaan, asma, gagal
ginjal dapat bertahan hidup dan mencapai masa remaja. Prevalensi
penyakit kronis pada remaja sulit ditentukan karena kurangnya data yang
berkualitas yang memfokuskan terhadap masalah kelompok umur ini, serta
perbedaan definisi dan metodologi yang digunakan.
Untuk
mendapatkan tumbuh kembang anak yang optimal dengan kondisi kesehatan
kronis dapat terjadi gangguan dalam tumbuh kembangnya. Mereka dapat
mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik, kognitif, komunikasi,
motorik, adaptif, atau sosialisasi dibandingkan dengan anak yang normal
termasuk didalamnya timbulnya perilaku risiko tinggi yang khas pada
remaja seperti emosi yang meledak-ledak, sikap menentang, cenderung
nekat, dan drug abuse.
Gangguan yang terjadi dapat dari yang
ringan sampai berat, dari yang sementara sampai yang permanen. Gangguan
tumbuh kembang terjadi akibat dari gejala atau kelainan yang menetap,
pengobatan yang lama, keterbatasan aktifitas atau mobilitas, atau
keterbatasan terhadap kegiatan di sekolah, rekreasi, bermain, aktifitas
keluarga atau dalam pekerjaan.6 Penanganan optimal remaja dengan
penyakit kronis tidak hanya terbatas pada masalah medis, tetapi harus
memperhatikan faktor perkembangan, psikososial, dan keluarga. Penyakit
kronis berdampak terhadap perkembangan remaja yang menimbulkan berbagai
masalah dan menurunkan kualitas hidupnya. Tenaga medis berperan membantu
remaja tersebut mengatasi permasalahan penyakitnya dan mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal.
Kualitas Hidup Remaja
Kualitas hidup remaja memiliki definisi yang berbeda pada setiap
periode. Kualitas hidup ini bergantung pada keadaan emosi tiap individu,
keadaan sosial, dan fisik tiap individu termasuk kemampuannya untuk
melakukan kegiatan dalam kehidupan.
Kualitas hidup pada keadaan sakit didefinisikan oleh
World Health Organization(WHO) adalah suatu keadaan tercukupinya keadaan fisik, mental dan sosial.
Konvensi Hak Anak tahun 1989 telah menekankan bahwa setiap anak
memiliki hak untuk tercukupinya keadaan fisik, mental, spiritual, moral,
dan perkembangan sosial. Setiap anak memiliki hak untuk menyatakan
pendapat secara bebas, dan pendapatnya tersebut diperhitungkan, serta
berada di lingkungan keluarga yang memiliki kasih sayang dan memberikan
perlindungan.
Remaja berbeda dengan dewasa dalam pandangannya
terhadap kualitas hidup. Orang dewasa menilai kemampuannya dari
keadaannya yang mandiri dalam kehidupan, sedangkan remaja lebih
mementingkan tercapainya fungsi tugas dasar kehidupan. Remaja lebih
senang memiliki banyak teman, berkencan, pergi ke pesta dan
pencapaiannya pada tugas perkembangan lain yang penting untuk
pertumbuhan emosi dan fisik.
Menurut
American Academy of Pediatrics(1993),
kondisi kesehatan kronis adalah penyakit atau cacat yang diderita dalam
waktu lama dan memerlukan perhatian dalam bidang kesehatan dan
perawatan khusus dibandingkan dengan anak normal seusianya, baik dalam
perawatan di rumah sakit, maupun perawatan kesehatan di rumah.
Stein dkk mengembangkan suatu pendekatan non kategori untuk menentukan
kondisi penyakit kronis yang terdiri dari 3 konsep yang harus terpenuhi:
- Kelainan yang merupakan penyakit biologis, psikososial, atau kognitif.
- Durasi penyakit > 12 bulan.
- Konsekuensi dari kelainan tersebut menyebabkan:
- Keterbatasan fungsional dibandingkan kelompok sehat yang seumur.
- Bergantung
pada jenis pelayanan yang dibutuhkan misalnya medikasi atau pengobatan,
diet khusus, teknologi medis, alat bantu, atau bantuan personal.
Membutuhkan perawatan medis atau sejenisnya, misalnya pelayanan psikologis atau pendidikan lebih dari yang biasa seusianya.
Epidemiologi
Prevalens penyakit kronis pada remaja sulit ditentukan karena kurangnya
data yang berkualitas yang memfokuskan terhadap masalah kelompok umur
ini, serta perbedaan definisi dan metodologi yang digunakan. Berdasarkan
definisi yang dikemukakan oleh Stein dan Silver, diperkirakan terdapat
10,3 juta (14.8%) anak anak usia 0-17 tahun mengalami kondisi penyakit
kronis yang diambil dari data
National Health Interview Survey Disability Supplement for Children tahun 1994.
Etiologi Secara garis besar penyebab kondisi kesehatan kronis adalah sebagai berikut: 6
- Genetik: antara lain adalah diabetes melitus tipe 1, thalasemia, sindroma down, fenilketonurea, sindroma fragil, dan sebagainya.
- Penyakit infeksi sekuele dari ensefalitis, polio, jantung rematik, HIV/AIDS, CMV, Toxoplasma dan sebagainya.
- Lingkungan: Keracunan logam berat
- Nutrisi: Defisiensi nutrisi / KEP, vitamin A, Iodium, dan sebagainya
- Cedera: akibat kecelakaan, kekerasan dll.
- Penyebab lain.
Banyak
kondisi kesehatan kronis yang tidak diketahui sebabnya, misal: kanker,
autisme, ADHD, cacat bawaan genetik. Penyakit alergi juga sering
menyebabkan kondisi kesehatan kronis seperti asma, eksema, dan lain
lain.
Dampak penyakit kronis Dampak penyakit
kronis bergantung oleh pandangan anak terhadap organ tubuhnya,
penyakitnya, pengobatan yang diterimanya, dan pandangan terhadap
kematian. Dampak jangka panjang kondisi kesehatan kronis dapat mengenai
penderita maupun keluarganya. Dampak pada anak tercermin pada
perkembangan psikososialnya, keterlibatannya dengan teman sebaya serta
prestasi di sekolah. Sedangkan dampak terhadap keluarganya, antara lain
terhadap status psikososial orang tua, aktifitas dan status ekonomi
keluarga serta peran keluarga di masyarakat.
1. Dampak pada pertumbuhan dan pubertas
Masa remaja awal merupakan periode dimana terjadi pertumbuhan fisik dan
perkembangan pubertas yang pesat, sedangkan pada masa remaja tengah dan
akhir lebih dominan terjadi perkembangan kognitif dan psikososial.
Pubertas dan adolescent growth spurt menyebabkan berbagai perubahan
metabolik pada tubuh remaja dengan penyakit kronis. Sebagai contoh
meningkatnya kadar hormon pertumbuhan pada masa remaja menyebabkan
peningkatan resistensi insulin yang dapat remaja cenderung menimbulkan
rasa ingin lepas ketergantungan dari orangtua dan ingin mencoba berbagai
hal baru. Hal ini dapat menyebabkan kepatuhan berobat berkurang
sehingga terjadi eksaserbasi penyakit kronis, misalnya asma atau gagal
ginjal kronis. Penyakit kronis seperti kelainan jantung kongenital
sering menimbulkan gangguan pertumbuhan misalnya perawakan pendek dan
gagal tumbuh. Penyakit sickle cell seperti thallassemia selain
menyebabkan gagal tumbuh, juga menyebabkan pubertas terlambat.
2. Penampilan (body image)
Remaja sangat sadar dengan penampilannya. Pubertas terlambat atau
kecacatan yang tampak akan mengakibatkan rendah diri. Bentuk fisik yang
berbeda dibandingkan dengan remaja sehat juga sering menimbulkan
kecemasan dan depresi, karena remaja sangat memperhatikan penampilan
fisik. Kondisi kronis yang mengharuskan menggunakan alat bantu misalnya
alat bantu dengar, kursi roda, dan lainnya menyebabkan perasaan minder
sehingga mereka cenderung menarik diri. Penampilan yang tidak normal,
dapat mengakibatkan:
* Rendah diri
* Menyendiri dari kelompoknya
* Sering absen dari sekolah dan aktifitas lainnya
* Meningkatnya kekhawatiran terhadap fungsi seksual
* Gangguan makan
* Depresi, pemarah, atau keduanya
3. Perkembangan Sosial dan Emosi
Dikatakan bahwa walaupun anak dengan kondisi kronis perkembangan
psikososialnya lebih rendah daripada anak yang normal, tetapi kondisi
anak bukan faktor utama dalam mempengaruhi perkembangan emosinya.
Kedekatan keluarga sangat penting dalam perkembangan emosi anak. Bila
dibandingkan dengan remaja normal, maka banyak masalah psikososial yang
dihadapi remaja dengan kondisi kesehatan kronis. Penderita dengan
masalah psikologi harus dievaluasi dan dipantau, dengan melibatkan
tenaga profesional dalam kesehatan mental, seperti psikiater dan
psikolog.
4. Kemandirian (Independence-Dependence)
Dalam penatalaksanaan medis, seringkali remaja dengan kondisi kronis
dipengaruhi oleh perkembangannya dalam proses kemandiriannya yaitu pada
remaja awal dan menengah. Pada anak dengan kondisi kronis sangat
bergantung pada orangtuanya atau lainnya, termasuk dokternya; dalam
perkembangannya remaja ini dapat menjadi penurut dan kekanak-
5. Pendidikan
Masalah yang sering dihadapi anak dengan kondisi kesehatan kronis,
adalah sering tidak masuk sekolah, kesulitan berpindah dari kelas satu
ke kelas lainnya, berkurangnya fungsi kognitif karena obat-obatan,
meningkatnya risiko kumat karena minum obat yang tidak teratur. Ditambah
lagi guru yang tidak mengerti tentang kondisi kesehatan kronis, dan
kurangnya pengetahuan dari guru terhadap cara mendidik anak-anak
tersebut. Selain itu kurangnya komunikasi antara dokter, perawat dan
guru dalam rencana pendidikan setiap anak. Juga komunikasi yang rendah
antara orang tua dengan guru tentang kondisi anak dan kegiatannya di
sekolah, kurangnya komunikasi ini sebanding dengan rendahnya pendidikan
dan penghasilan orangtua.
Keharusan kontrol secara teratur dan
terkadang menjalani perawatan di rumah sakit menyebabkan mereka sering
tidak masuk sekolah dan tertinggal pelajaran dibandingkan teman
sekelasnya. Dengan demikian remaja dengan kondisi penyakit kronis
mendapat kesulitan untuk menyelesaikan sekolah dan mengejar semua
ketinggalan. Apabila tidak menyelesaikan sekolah maka mereka akan sulit
mencari pekerjaan yang layak. Hal ini berdampak terhadap aspek ekonomi
karena mereka akan bergantung dari segi finansial.
6. Kelompok Sebaya (Peer group)
Beberapa area psikososial spesifik, misalnya lepas ketergantungan dari
orangtua, hubungan dengan keluarga, dan hubungan dengan teman sebaya
merupakan masalah yang harus dihadapi remaja dengan penyakit kronis.
Remaja dengan kondisi kronis aktifitasnya sering terhambat akibat dari
faktor fisik, mental, atau masalah sensoris, hal ini disebabkan oleh
kondisi yang terkait dengan penyakitnya seperti lelah, sering ke dokter,
atau sering dirawat di rumah sakit. Anak dengan kondisi kronis sering
dijauhi teman sebayanya, atau khayalannya sendiri bahwa teman-temannya
tidak mau bergaul dengannya. Mereka seringkali merasa terasing dan
ditolak dari lingkungannya sehingga menarik diri dari lingkungan.
7. Pekerjaan
Dibanding dengan remaja yang tidak mengalami penyakit kronis, kelompok
remaja dengan kondisi kronis ini kelak pada saat dewasa lebih sedikit
yang mendapat pekerjaan tetap dan berkarier. Demikian pula akan
berdampak pada penghasilannya, mereka pada umumnya penghasilannya lebih
rendah. Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang erat antara pendidikan
khusus, dengan pelayanan rehabilitasi ketenagakerjaan, dan lembaga
penyaluran tenaga kerja, agar kelak mudah mendapatkan pekerjaan sesuai
dengan kemampuannya.
8. Perilaku yang berisiko
Perilaku yang berisiko, terutama dalam bidang seksualitas dan obat-obat
terlarang, sering terjadi pada remaja. Bila disertai dengan kondisi
kronis, maka perilaku ini dapat lebih sering. Pada remaja dengan kondisi
kronis, risiko kesehatan terhadap aktifitas seksual akan meningkat yang
disebabkan oleh penyakitnya sendiri, obat-obat yang digunakan, atau
oleh karena adaptasi yang salah terhadap respon emosi dari kondisinya.
Penggunaan obat-obat terlarang pada remaja dengan kondisi kronis dapat
memberikan kontribusi bermakna pada morbiditas dan mortalitas.
9. Terhadap Keluarga
Kondisi penyakit kronis menyebabkan remaja sangat bergantung kepada
orangtua dan keluarganya. Waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk merawat
remaja dengan penyakit kronis lebih banyak sehingga seringkali
menimbulkan masalah ekonomi. Orangtua menjadi merasa bersalah, frustasi,
cemas dan depresi terhadap penyakit yang diderita anaknya. Bagi anak
atau anggota keluarga yang lain, waktu kebersamaan dengan orangtua akan
berkurang.
Beberapa contoh kasus kondisi penyakit kronis pada remaja yang membuat cemas anak dan keluarga
- Seorang
anak remaja perempuan dengan kelainan prolaps katup mitral telah
menjalani operasi penggantian katup. Penderita kemudian menjalani
pengobatan selanjutnya dengan mengkonsumsi warfarin. Pada saat penderita
mengalami pubertas dan mengalami menstruasi, timbul masalah baru karena
setiap mengalami menstruasi, penderita mengalami perdarahan yang
banyak, yang disebabkan oleh penggunaan warfarin tersebut. Hal ini
menimbulkan kecemasan baik pada penderita maupun orang tua.
- Seorang
anak perempuan dengan Sindrom Down saat ini telah menginjak usia
remaja. Kemudian timbul kekhawatiran pada orang tua mengenai kemungkinan
anaknya akan mengalami menstruasi dalam waktu dekat. Dengan keadaannya
tersebut maka tidak memungkinkan anaknya tersebut dapat menghadapi
keadaan menstruasi, seperti mengganti pembalut dan sebagainya. Sehingga
orang tua meminta dokter untuk memberikan obat penghenti menstruasi
sampai keadaan anak siap.
- Seorang anak perempuan dengan Sindrom
Down telah memasuki masa pubertas. Pada masa ini timbul rasa menyukai
teman lain jenis, namun lama-kelamaan rasa menyukai teman lain jenis ini
menjadi berlebihan dan anak ini menjadi tampak selalu mengejar remaja
lelaki yang terlihat olehnya. Hal ini menimbulkan kecemasan pada orang
tua.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang
optimal pada remaja dengan kondisi kronis adalah sangat penting.
Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental, memantau perkembangan
anak, dan melibatkan keluarga. Pengobatan sederhana tidak cukup.
Remaja harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap
pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung dan
membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan
remaja dengan kondisi kronis adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada remaja tentang perjalanan penyakitnya dan
keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada
penderita dan keluarganya dan harus menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti.
2. Merespons terhadap emosi
Dengarkan
baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi remaja dan keluarganya untuk
mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan harapannya.
3. Melibatkan keluarga
Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat penting.
Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang berlebihan
terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir dan
memberikan perhatian berlebihan.
4. Melibatkan pasien
Bila remaja dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka mereka akan lebih patuh dan bertanggungjawab.
5. Melibatkan tim multidisiplin
Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana remaja dengan kondisi
kronis, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis,
fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait.
6. Menyediakan perawatan yang berkelanjutan
Remaja dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya.
Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter dari
pusat kesehatan primer (seperti Puskesmas), yang membina hubungan jangka
panjang dengan penderita dan keluarganya. Peran dokter disini adalah
mengkoordinasi perawatan berbagai spesialis (multidisiplin), memantau
tumbuh kembangnya, memberikan petunjuk yang mungkin diperlukan, dan lain
sebagainya.
7. Menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif
Diperlukan pelayanan psikologikal, belajar bersosialisasi, pendidikan,
penelitian, dikatakan bahwa remaja yang mendapatkan pelayanan yang
komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat inap, lama dirawat, biaya
di rumah sakit, dan menurunkan kemungkinan dirawat kembali.
8. Merujuk ke kelompok pendukung (kelompok sebaya atau kelompok penyakit sejenis).
Ikut dalam kelompok pendukung dapat saling tukar pengalaman dan
informasi antara penderita dan keluarga lain dengan masalah yang sama.
9. Mengembangkan teknik menolong diri sendiri Pelatihan (terapi
perilaku) terhadap remaja dalam teknik mengatasi stres atau rasa sakit,
dapat membantu remaja mengurangi stres terhadap penyakit dan pengobatan
yang diberikan.
10. Pembatasan
Bila kepatuhan atau perilaku
yang menjadi masalah, remaja harus dibuat disiplin, dan tim yang
merawat serta keluarganya harus setuju dan mendukung.
11. Perawatan di rumah sakit
Bila diperlukan perawatan remaja di rumah sakit, terbaik bila ditangani
dalam lingkungan yang kondusif untuk kebutuhan perkembangan remaja.
Peran Tenaga medis menghadapi remaja dengan kondisi penyakit kronis
Penanganan kondisi penyakit kronis pada masa remaja terjadi masa
pertumbuhan dan perubahan fisiologis yang cepat serta proses
individualisasi merupakan tantangan baik bagi penderita, keluarganya,
dan tim medis profesional. Setelah mendengarkan pendapat dari orangtua,
konsultasi secara pribadi dengan remaja yang memiliki penyakit kronis
merupakan hal yang penting. Pendekatan dengan cara tidak menghakimi akan
meningkatkan kepatuhan untuk berobat.